Terus Perpanjangan Kontrak Freeport Sampai 2061

Jakarta – Kontrak Freeport adalah salah satu kontrak pertambangan terbesar dan paling signifikan di dunia, yang terletak di Provinsi Papua, Indonesia.

Pemerintah bakal memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia hingga 2061 setelah kontrak mereka berakhir pada 2041 dengan kompensasi penambahan saham sebesar 10 persen. Berikut kronologi perpanjangan kontrak Freeport dari tahun ke tahun, hingga akhirnya diperpanjang hingga 2061.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebut total saham (Freeport) di pemerintah 61 persen. Ini disampaikannya dalam kuliah umum bertajuk Potensi Investasi di IKN dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kamis, 2 Mei 2024.

Menurutnya, penambahan saham dilakukan demi mengembalikan milik Indonesia. Menurut Bahlil, pemerintah memang terus berupaya menguasai Freeport Indonesia.

Hal ini terbukti dari peningkatan kepemilikan saham hingga Pemerintah Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas.

Ia melanjutkan pada era sebelum 2018-2019, Indonesia hanya menguasai 10 persen saham Freeport. Namun, Presiden Jokowi berupaya mengambil sebagian saham-saham perusahaan asing yang mengelola kekayaan Indonesia. Karena itu, kata Bahlil, pembicaraan luar biasa tentang Freeport terjadi saban tahun.

“Akhirnya 2019 terjadi kesepakatan (Indonesia) membeli saham total 51 persen,” kata Bahlil. “Sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan Indonesia karena kita sudah mayoritas (pemegang saham).”

Bahlil juga mengatakan langkah Jokowi membeli saham Freeport tidak sia-sia. Sebab, kini nilai valuasi Freeport hampir US$ 20 miliar. “Rp 300 triliun,” ujarnya.

Lalu bagaimana riwayat kontrak Freeport di gunung emas Papua itu? Berikut kornologinya:

1936 – Jacques Dozy menemukan cadangan ‘Ertsberg’.

1960 – Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali ‘Ertsberg’.

1966 – Pemerintahan Orde Baru membuka pintu penanaman modal asing. Freeport McMoRan AS masuk untuk menambang tembaga di Timika dan mendirikan PT Freeport Indonesia (PTFI)

Kontrak Karya I

April 1967 – ditandatangani Kontrak Karya I dengan masa berlaku untuk 30 tahun. Dari kontrak ini ditentukan Freeport McMoRan memiliki 90,64% saham dan pemerintah Indonesia dengan 9,36% saham di PT Freeport Indonesia.

Menjelang berakhirnya kontrak pertama itu, Freeport meminta perpanjangan kontrak dan dikabulkan pemerintah dengan menerbitkan Kontrak Karya II pada 1991.

Kontrak Karya II

Desember 1991, ditandatangani Kontrak Karya II berlaku 30 tahun dengan klausul Freeport melepas saham di PTFI dalam 2 tahap. Pertama sebesar 9,36 persen yang dibeli PT Indocopper Investama Corp milik Bakrie.

Tahap kedua, Freeport menawarkan 2 persen sahamnya setiap tahun sehingga saham pemerintah Indonesia mencapai 51 persen.

1992 – PTFI mengakuisisi  49 persen saham PT Indocooper

1994 – Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 20/1994 tentang pelaksanaan kegiatan usaha mineral dan batu bara, yang membolehkan perusahaan asing memiliki saham hingga 100% dan bisa membeli saham perusahaan yang sudah didirikan dalam rangka penanaman modal dalam negeri.

1997 – Bakrie menjual sisa sahamnya di Indocopper ke PT Nusamba Mineral Industri milik Bob Hassan, yang kemudian menjualnya ke PTFI. Walhasil Freeport menguasai 90,64 persen saham tambang di Mimika tersebut.

2009 – Pemerintah menerbitkan UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara yang mewajibkan  pengusaha tambang membangun smelter, perubahan kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP)/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan kewajiban Divestasi 51%.

Kontrak Karya III

2017

Pada 10 Januari 2017, Presiden Jokowi dalam rapat tertutup memberikan arahan untuk meningkatkan kepemilikan negara di Freeport menjadi 51 persen dari saat itu sebesar 9,36 persen.

Pada 11 Januari 2017, Kementerian ESDM menerbitkan PP No. 1/2017 yang merupakan perubahan keempat PP No. 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, yang di antaranya memuat tentang:

– Perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51 persen secara bertahap

– Kewajiban pemegang Kontrak Karya (KK) untuk mengubah izinnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Selanjutnya pada Januari hingga Agustus, pemerintah gencar melakukan renegosiasi antara Freeport McMoRan, pemilik 90,64 persen PTFI, dan pemerintah berlangsung untuk memastikan operasional PTFI dalam jangka panjang.

Renegosiasi mencakup 4 hal yaitu divestasi 51 persen, kelanjutan operasi PTFI hingga 2041 melalui perubahan KK menjadi IUPK, Jaminan investasi jangka panjang terkait dengan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan jaminan regulasi Pembangunan smelter dengan deadline operasional pada 12 Januari 2022.

Usai renegosiasi, pada 18 April 2017 dilakukan Memorandum of Understanding (MoU) antara Freeport McMorRan dan pemerintah untuk memberikan jaminan KK akan tetap berlaku hingga ada IUPK yang disetujui bersama beserta jaminan stabilitas investasi.

Pada September 2018 ditandatangani divestasi saham PT Freeport Indonesia sehingga kepemilikan Indonesia menjadi 51,2 persen melalui PT Inalum. Pemerintah juga memberikan jatah  10 persen dari saham PTFI untuk Pemda Papua dan Mimika.

2024 – Presiden Jokowi memerintahkan penambahan saham Indonesia di PTFI menjadi 61 persen sekaligus memperpajang kontrak sampai 2061.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *